A SasuSaku Fanfiction: LIFE

by - December 29, 2014


LIFE
By Fina Sarah Adhari

Naruto ©Masashi Kishimoto
SasuSaku’s Pairing
Warning: Ficlet, Semi-canon, Super OOC, alur kecepetan, typo bertebaran (walaupun sudah diminimalisir), dll.
Happy reading minna!^^)/

Dedicated to the celebration of the new year
Happy New Year!!!








Di setiap kebahagiaan pasti terdapat kesedihan
Di setiap kesedihan pasti terdapat kebahagiaan
Karena itulah kehidupan yang sesungguhnya







Hari ini terasa begitu indah bagi Sakura, bagaiman tidak? Sasuke yang notabene adalah lelaki yang ia cintai sejak kecil menemaninya seharian untuk mengisi waktu liburan akhir tahun. Dari berjalan pagi di taman, masak dan makan siang bersama di rumah Sakura, sorenya bermain bersama di danau dekat rumah mereka. Dan terakhir, malam ini Sasuke dan Sakura bersama teman-teman juga warga Konoha lainnya sedang berkumpul di bukit untuk melihat hanabi pada tengah malam nanti yang menandakan pergantian tahun.
Mereka menunggu tengah malam dengan bermain bersama, sementara Sasuke dan Sakura hanya duduk memandang langit di atas bukit.
“Bintangnya banyak sekali  ya, Sasuke-kun.” Ujar Sakura riang masih memandangi langit yang penuh dengan bintang.
“Hn.” Hanya itu yang dapat Sasuke katakan, ia juga memandangi langit bertabur bintang.
“Aaah indah sekaliiii….” Sakura semakin senang melihat bintang yang semakin lama semakin indah saja, gemerlipannya benar-benar menenangkan hati Sakura, dia benar-benar bahagia hari ini.
“Hn, tengah malam masih lama.” Tutur Sasuke tetap pada posisinya memandangi langit.
Sakura melihat jam tangannya dan mengangguk “Benar, masih 1 jam lagi Sasuke-kun.”
“Hn.”
Dalam hening, pandangan Sasuke yang tadinya menatap langit kini menatap Sakura kemudian tersenyum tipis. Senyumnya memudar ketika mengingat sesuatu, benar-benar hal yang serius.
‘Apa aku harus memberitahunya?’ batin Sasuke. Bertanya pada diri sendiri, dan menemukan jawaban sendiri.





Sebentar lagi hanabi akan meluncur menghias langit, bekerja sama dengan kerlipan bintang mewarnai gelapnya malam, di temani cahaya remang rembulan.
“Sakura, kita harus bicara.” Tutur Sasuke. Ekspresinya benar-benar tak dapat diartikan oleh siapa pun.
Senyum Sakura mengembang, biasanya kalau laki-laki berbicara ‘kita harus bicara’ atau kalimat semacamnya pasti pembicaraannya merujuk pada hal-hal yang serius. Sakura pikir Sasuke akan menyatak perasaannya hari ini, malam ini, detik ini. Sakura semakin pede dengan pendapatnya ketika Sasuke menggenggam tangannya.
“Sakura, maaf.”
Ekspresi Sakura seketika berubah menjadi aneh, benar-benar tak mengerti dengan Sasuke yang tiba-tiba meminta maaf. Bukankah seharusnya dia bilang ‘daisuki’ atau ‘aishiteru’, atau bisa saja ‘koishiteru’. Tapi apa? Maaf? Pernyataan cinta macam apa itu?
Sadar akan Sakura yang terdiam, Sasuke memperjelas kalimatnya.
“Maafkan aku karena mungkin aku selalu menyakitimu, menyakiti hatimu. Dan terimakasih atas hari ini, aku bahagia.” Jelas? Tidak. Sakura malah semakin heran dengan kalimat Sasuke yang ini, walaupun sebenarnya ia juga senang Sasuke menyadari kalau dia sering menyakiti hatinya, dan ia sangat senang Sasuke mengakui hari ini dia bahagia. Oh bahagia.
Tapi apa maksudnya? Apa benar dia mau menyatakan cintanya? Benarkah?
Jawabannya—

“Maafkan aku, aku harus pergi. Aku akan membalas dendamku pada Itachi, aku akan pergi malam ini setelah hanabi. Kau… jaga diri baik-baik.”

—tidak.
Sakura terpaku, membisu. Pergi? Jadi dia membahagiakannya hari ini karena ia mau pergi? Tapi untuk apa? Untuk apa dia memberi kenangan indah pada hari ini? Dan… apa? Jaga diri baik-baik? Kau khawatir Sasuke? Kau menyayangi Sakura kan, Sasuke? Lalu kenapa kau ingin meninggalkannya dan bukan menjaganya di sini?
Hanabi sudah bertebaran di langit. Menghiasnya dengan beribu keindahan. Malam itu indah, tapi malam itu adalah awal dari kesedihan bagi Sakura.
Hatinya meringis melihat keindahan hanabi di langit, air mata tak dapat di bendung lagi. Matanya berpaling menatap nanar sosok lelaki yang ia cintai berdiri di sampingnya.
.
Bisakah dia memberikan kebahagian yang sempurna?
.
Tidak
.
Karena, di setiap kebahagiaan pasti terdapat kesedihan.
.
Itulah hidup.








“Sasuke-kun, jangan pergi!” Sakura berteriak dengan berlinang air mata. Oh ayolah Sasuke, jangan pergi. Jangan biarkan gadismu ini menderita tanpamu.

“Hn, maafkan aku Sakura. Aku harus pergi.” Sasuke memang tidak menangis, tapi dalam suaranya tersirat kesedihan. Masih memunggungi Sakura di belakangnya, ia tetap berjalan menyusuri perbatasan desa.
Sakura berlari menyusul Sasuke, Sasuke berhenti melangkah saat merasa Sakura memegang lengannya, menggenggam erat tangannya seolah tak mengizinkannya untuk berjalan lebih jauh lagi.
“Bawa aku bersamamu Sasuke-kun.” Lirih Sakura.
“Hn, tidak bisa, aku harus menyelesaikannya sendiri. Jangan ikut campur.” Bisakah kalian mengerti? Mengapa Sasuke tak membawa Sakura? Mengapa? Karena ia tak ingin Sakura terluka, tak ingin Sakura memapaki jalan yang salah seperti dirinya. Oh ayolah bukankah Sasuke menyayangi Sakura?
“Sasuke-kun, jika kau menyayangiku berjanjilah untuk cepat kembali, aku menyayangi—“
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, dengan secepat kilat Sasuke berada di belakang Sakura dan langsung memukul tengkuk Sakura.
“Sakura, arigatou.”

Setahun berlalu, malam ini tahun baru. Tanpa kebahagiaan seperti tahun kemarin, tanpa Sasuke. Jadi bagaimana kabar Sasuke? Apakah dia sudah berhasil membalas dendamnya?
Sakura tersenyum miris dengan berlinang air mata menatap hanabi yang indah, tak seindah perasaannya yang kalut.
“Sakura-chan, berhentilah menangis.” Tutur Naruto menghapus jejak air mata di pipi Sakura.
Walaupun sudah dihapus, bukannya hilang malah semakin bertambah. Ya, air mata Sakura semakin mengucur deras.  
“Percayalah padaku, aku akan membawa Sasuke kembali, baik hidup maupun mati. Tapi aku akan berusaha membawanya dengan hidup, agar kau dapat bahagia bersamanya, Sakura-chan.” Naruto menenangkan Sakura.
Sakura hanya tersenyum tipis.









Beberapa tahun kemudian, Naruto kembali.
Sasuke? Tak ada Sasuke.
Naruto kembali tanpa Sasuke.
Kau belum berhasil, Naruto?
.
Naruto dan teman-temannya mendatangi rumah Sakura. Dan Sakura merasa dirinya telah ditelan bumi ketika teman-temannya menyampaikan sebuah informasi.
Sasuke…
Telah mati, dan jasadnya di bawa kabur Orochimaru.






“Sakura, aku telah berusaha. Maaf, aku tak bisa membawanya kembali.” Tutur Naruto lirih, terlihat cairan bening keluar dari mata safirnya.
“Sasuke telah berhasil membalas dendamnya pada Itachi, ia telah membunuh Itachi. Tapi, ternyata ia harus mati bersama Itachi setelah teman satu timnya membunuhnya, Suigetsu membunuhnya. Jasadnya di bawa Orochimaru.” Naruto melanjutkan kalimatnya, mendengarnya, Sakura semakin terisak, dia merasa hidupnya telah mati, untuk apa dia menghabiskan waktunya di dunia ini hanya untuk menunggu Sasuke yang telah mati?
Oh ayolah Sasuke bukankah kau menyayangi Sakura? Kau sudah berjanji untuk kembali secepat mungkin, bukan? Lalu dimana Sasuke yang selalu menepati janji itu?
Teman-teman yang lain menenangkan Naruto dan Sakura yang semakin terisak ketika mengingat kenangan semasa masih bersama dulu dalam tim 7.

Tahun baru kali ini terasa lebih menyedihkan dari tahun-tahun sebelumnya. Sakura… tak dapat lagi mengharapkan Sasuke yang telah mati. Benarkah ia telah mati? Tak dapat dipercaya.
Sakura berdiri di bukit yang sama dengan tahun-tahun yang lalu, di bukit ini ia mendapat pernyataan maaf atas kepergian Sasuke, Sasuke meninggalkannya.  Lagi-lagi Sakura terisak, menangis sambil memandang bintang yang tak pernah beranjak dari keindahan.
“Sakura.”
Suara itu?
“Sasuke?” Sakura tersentak. Benarkah itu Sasuke? Benarkah pemuda yang kini berdiri di hadapannya ini adalah Sasuke?
‘Mungkin ini hanya halusinasiku saja’ batin Sakura.
Malas membuang waktu untuk berfikir, Sakura pun berbalik dan otomatis memunggungi halusinasinya itu.
“Sakura? Kau tak merindukanku, eh?” Tanya halusinasinya (?)
Oh ayolah, halusinasinya kini terlihat begitu nyata ketika ia dipeluk dari belakang.
Mimpikah?
“Siapa kau?!” Sakura melepas paksa pelukan hangat Sasuke.
“Kau tak mungkin melupakanku kan? Aku, Uchiha Sasuke!”
Sakura mengernyit heran. “Sasuke sudah mati! Kau halusinasiku saja! Pergi!” bentak Sakura yang masih tak percaya dengan kenyataan di hadapannya.
“Aku tak pernah mati, Sakura. Aku bukan halusinasimu, aku nyata. Pergi? Bukankah tak sopan mengusir orang yang ingin melamarmu?” tanpa disadari, Sasuke tersenyum tipis.
“Ta-tapi Naruto—“ belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Sasuke yang sudah mengerti pun langsung menjelaskan.
“Aku tak mati, Naruto salah paham. Mana mungkin aku mati hanya karena perbuatan kecil Suigetsu, sudahlah kau tak perlu memusingkan hal itu. Sekarang aku kembali untukmu, untuk janji kita. Aku menyayangimu, Sakura.”
Air mata kesedihan pun kini terganti dengan airmata kebahagiaan. Sasuke mendekap Sakura dalam pelukannya.
“Di bukit ini kita berpisah, di bukit ini pula kita bersatu. Aku mencintai dan menyayangimu sepenuh hatiku. Maukah kau membantuku membangun kembali klan Uchiha?” Uchiha terakhir itu semakin mendekap erat gadis soft pink dalam pelukannya.
Sakura semakin terharu, kebahagiaan berpihak kembali padanya. Ia menaangguk pelan.
“Aku bersedia, Sasuke-kun.”



Memang benar tidak ada kebahagiaan yang sempurna
Begitu pula dengan kesedihan
Memang benar di setiap kebahagiaan pasti terdapat kesedihan
Tapi jangan lupakan dalam kesedihan terdapat pula sejuta kebahagiaan
Karena… itulah hidup yang sesungguhnya.




OWARI









OMAKE
“Mama, apakah Papa sudah pulang dari misi?” Tanya seorang anak kecil berambut hitam pendek dengan mata hitam yang berbinar-binar kepada ibunya.
“Ya Sarada, Papa sudah pulang. Cepat buka sepatu dan ganti baju, kita akan makan siang bersama Papa.” Jawab sang Ibu sambil menyibakkan rambut pinknya ke telinga.
“Hai, apa Mama lelah? Nanti Sarada bantu ya, Ma!” Sarada pun segera berlalu ke kamarnya meninggalkan Ibunya yang tersenyum.







“Sasuke-kun, ayo makan, Sarada sudah tidak sabar makan siang denganmu.” Tutur Sakura pada suaminya itu.
Eh? Suami? Sebenarnya setelah melamar Sakura malam tahun baru itu, Sasuke pun menikahi Sakura tiga hari setelahnya. Dan mereka pun mendapatkan seorang anak perempuan yang diberi nama Sarada oleh Sasuke. Kini pernikahan mereka sudah berjalan delapan tahun lamanya.
“Hn, ayo.” Ucap Sasuke setelah menyimpan gulungan-gulungan yang tadi dibaca kemudian menggenggam tangan Sakura dan ke ruang makan bersama.
“Papa!” ujar Sarada dan langsung beranjak dari kursinya memeluk Sasuke, Papa yang dirindukannya.
Sasuke pun membalas pelukan anak kesayangannya itu kemudian menggendongnya. Walaupun sudah berumur 7 tahun, tetapi Sasuke dan Sakura tetap sedikit memanjakannya karena anak jeniusnya yang pola pikirnya sudah seperti orang dewasa, seperti Itachi saja.
“Ah, bagaimana kalau nanti malam kita melihat hanabi bersama? Bagaimana Pa, Ma?”  
“Ide bagus Sara-chan, tahun lalu kan Papa masih menjalankan misi saat tahun baru. Untung saja, Papa sudah pulang sekarang. Bagaimana Sasuke-kun?”
“Hn, tak masalah.”
“Yatta!” seru Sarada dengan senyum mengembang di wajahnya.
Mereka pun tertawa bersama.




Kok banyak fotonya?  gomen ne, aku pingin ._.)v /plak
Makasi udah baca^^)/


Fina Sarah Adhari
Twitter: finasaraha_13

You May Also Like

0 comment

What do you think about this post?